Senin, 15 September 2008

Msalah Kebijakan Kesehatan

Mengamati perkembangan pelayanan bidang kesehatan di Kabupaten Banyumas ada beberapa hal yang perlu dicermati untuk mencapai tujuan pembangunan bidang kesehatan. Sesuai dengan visi Indonesia sehat 2010 maka semua prioritas pembangunan kesehatan Kabupaten Banyumas juga harus mengarah ke Banyumas sehat 2010.
Pembangunan di bidang kesehatan yang selama ini di jalankan oleh Dinas Kesehatan sudah tertuang dalam rencana strategik bidang Kesehatan. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam rencana strategik itu. Sebagai Contoh Kesalahan mendasar beberapa tahun lalu adalah Eksekurtif dan legislatif terlalu mendorong Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) menjadi pusat pelayanan kuratif. Indikatornya adalah pembelian alat kesehatan yang dipaksakan. SDM Puskesmas belum dapat mengoperasikan alat tersebut, sehingga kadang-kadang alat tersebut menjadi mubazir. Kelengkapan alkes untuk Puskesmas adalah hal yang baik, akan tetapi harus di imbangi infra struktur yang ada . SDM harus dipersiapkan sesuai dengan kompetensinya. Sarana Prasarana juga harus dipersiapkan dengan baik. Apabila kita mau mencapai pelayanan Indonesia sehat 2010 maka Puskesmas harus didorong pada area pelayanan promotif dan preventif sebagai prioritas utama.
Contoh diatas sebagai ilustrasi yang tidak mempertimbangkan visi dan misi bidang kesehatan.. Menurut Pengamatan dan sharing berbagai pihak ada beberapa penentu kebijakan dan kebijakan yang perlu ditelaah lebih lanjut
Perencanaan Strategik
Pendanaan Program dari APBN APBD I dan APBD II
Eksekutif dan legislatif
Manajemen Dinas Kesehatan dan UPT Kesehatan
Manajemen Keuangan Daerah
Biro Kepegawaian Daerah

Perencanaan Strategik
Rencana strategik pembagunan kesehatan Kabupaten Banyumas sebetulnya sudah mengarah pada pardigma sehat. Upaya pembnagunan kesehatan mengarah pada tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan mendorong masyarakat untuk merubah perilaku tidak sehat menjadi pola hidup bersih dan sehat. Strategi ini menjadi tersendat karena pendanaan APBD mengarah pada pelayanan kesehatan kuratif dengan meninggikan anggaran Alkes tanpa memberi pendanaan promotif dan preventif yang cukup.
Sebagai contoh masyarakat memerlukan sanitasi dan air bersih utnuk mencegah penyakit diare, hanya diberi sumur gali dan jamban per desa 5 sumur gali. Sumur gali yang distimulankan airnya belum memenuhi standar baku air bersih. Sebetulnya perlu dipertimbangkan unit Water treatment untuk memenuhi standar tersebut. Seharusnya Pemerintah memikirkan dalam jangka waktu tertentu masyarakat Banyumas sudah terbebas dari kesulitan air bersih
Contoh lain anak dengan gizi buruk yang disebabkan kondisi Sosial Ekonomi yang rendah Pemerintah seharusnya menyiapkan public good untuk semua balita dan memberikan bantuan modal kepada orang tua balita umtuk meningkatkan sosial ekonominya. Program ini sudah dijalankan, tetapi kecepatan penanganan terkendala birokrasi keuangan. Mungkin dengan sistim keuangan yang lebih baik program lebih cepat dijalankan. Dana untuk gizi semestinya ditambah. Bantuan untuk PMT Posyandu lebih diutamakan.
Contoh diatas sekedar membandingkan bahwa program promotif dan preventif dananya lebih kecil dari dana program kuratif.
Pendanaan Program
Program yang didanai APBN APBDI dan APBD II terlihat masih tumpang tindih. Beberapa program dikerjakan sudah terlambat dan dipaksakan. Hal ini disebabkan turunnya realisasi program sudah mendekati akhir anggaran. Perlu perencanaan yang matang untuk mengimplementasikan program-program tersebut,. Dinas dan Pemda harus proaktif untuk segera merealisasikan pendanaan tersebut. Pemotongan birokrasi diperlukan untuk memmercepat realisasi.
Eksekutif dan Legislatif
Eksekutif dan Legislatif seharusnya mempunyai visi yang sama dalam merencanakan pembangunan bidang kesehatan
Rencana Pembangunan Bidang kesehatan sangat spesifik. Banyak hal yang memerlukan penanganan secara komprehensif dengan Instansi Lain. Rencana Anggaran Belanja Program Kesehatan seharusnya mencapai 12 persen dari total Anggaran. Pemberian anggaran biasanya bersifat dibagi secara merata. Hal ini menjadikan program tidak dapat berjalan secara berkelanjutan, sehingga tujuan tidak tercapai. Anggaran yang sudah diajukan oleh eksekutif banyak yang dipangkas atau dialihkan pada hal yang bukan merupakan prioritas.Contoh adalah pembelian Alkes dll. Legislatif dimohon untuk meningkatkan Anggaran kesehatan terutama untuk promotif dan preventif.
Manajemen Dinas Kesehatan dan UPT Kesehatan
Manajemen Dinas Kesehatan saat ini lemah, karena ada faktor x yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan. Semua SDM kesehatan sudah mengetahui hal tersebut. Pembenahan Internal harus segera diupayakan untuk mengoptimalakan kinerja Dinas Kesehatan. Citra Dinas Kesehatan dan UPT Kesehatan juga sangat rendah dinilai dari luar. Semua Layanan Kesehatan dianggap sebagai ladang untuk mencari keuntungan. SDM Kesehatan sangat khas, merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri, sehingga kedisiplinan dan kinerjanya tidak maksimal,dan lebih mengutamakan diri sendiri.
5. Manajemen Keuangan Daerah
Dengan adanya Sistim Keuangan Yang baru. Dinas Kesehatan dan UPT nya kesulitan untu operasional. Sejak tahun 2006 sampai sekarang Dinas dan UPT Kesehatan banyak menghadapi kendala dalam melaksanakan tugas. Sistim Pendanaan yang mundur mempengaruhi operasional dan pertanggung jawabannya. Dinas dan UPT semestinya sudah collaps, tetapi samapi sekarang hanya bisa bertanya dan jawabannya tidak jelas. BPKD sebagai pengelola Keuangan Daerah harus lebih pro aktif untuk menyelesaikan masalah ini. Beban ini masih ditambah dengan beban pengeloaan ASKIN yang dananya juga disetor ke Pemda. Dinas dan UPTD Kesehatan merupakan instansi yang mengelola manusia langsung sehingga keterlambatan pengelolaan akan membahayakan manusia.
Biro Kepegawaian Daerah
Dalam melaksanakan tugasnya di UPT Dokter sebagai Kepala Puskesmas sebagai eselon IV setara dengan lurah. Dari pendidikan sebenarnya sudah tidak pada tempatnya. Di tugaskan sebagai Kepala Puskesmas sebenarnya sebagai pejabat struktural, tetapi beban kerja justru lebih besar pada tugas fungsional. Hal ini diterapkan untuk menjaga mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya mengusulkan tugas sebagai kepala Puskesmas dapat diberikan tunjangan fungsional kami ,sudah menyampakan kepada BKD. BKD hanya berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan sehingga menolak untuk memberikan tunjangan fungsional. Ada beberapa daerah yang menyetujui ususlan tersebut (Wonogiri, Tegal, Magelang, Solo dsb ), tetapi BPKD Banyumas tetap bersikukuh untuk sesuai dengan Undang-undangnya. Dari Sharing beberapa Kepala Puskesmas, kami berkesimpulan bukan masalah besarnya tunjangan fungsional, tetapi bertitik tolak pada masalah keadilan. Contoh Kepala Puskesmas Gol IV a gajinya lebih sedikit dari Paramedis Gol IIIc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda